Sabtu, 27 Agustus 2011

bagian II

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Belajar

Slameto (2010: 2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Pribadi ( 2009: 6) belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar memiliki kompetensi berupa keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan. Belajar juga dapat dipandang sebagai sebuah proses elaborasi dalam pencarian makna yang dilakukan oleh individu.

Gagne (dalam Pribadi, 2009: 6) belajar juga dipandang sebagai proses alami yang dapat membawa perubahan pada pengetahuan, tindakan, dan perilaku seseorang.

Winkel (2004:59) berpendapat bahwa belajar pada manusia dapat dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan dan nilai sikap.

Thursan hakim (dalam Fathurrohman, 2007: 6) belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuannya. Walaupun pada kenyataannya tidak semua perubahan dianggap dalam kategori belajar. Misalnya, perubahan fisik, mabuk, gila, dan sebagainya.

Slameto (2010: 54) Faktor yang mempengaruhi belajar adalah Faktor intern dan Faktor ekstern. Faktor intern meliputi:

1. Faktor jasmanniah, yang meliputi faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh

2. Faktor psikologis, meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan

3. Faktor kelelahan

Faktor kelelahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani

Faktor ekstern meliputi:

1. Faktor keluarga, yang meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan

2. Faktor sekolah, yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

3. Faktor masyarakat, yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah sebuah proses yang dialami individu untuk mendapat pengetahuan baru, kecakapan, keterampilan, dan perubahan perilaku yang diperoleh dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya maupun dari sumber-sumber belajar lainnya untuk mencapai kompetensi tertentu.

B. Hasil Belajar Matematika

Pembelajaran adalah sebuah proses yang dilakukan dalam beberapa tahap untuk mendapatkan sebuah produk, yaitu hasil belajar dan individu yang memiliki kompetensi. Proses adalah kegiatan yang dilakukan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sudjana (2008: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemapuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Benyamin Bloom (dalam Sudjana, 2008: 22) secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ketiga ranah tersebuut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai.

Slameto (2010: 138) kreativitas adalah hasil belajar dalam kecakapan kognitif, sehingga untuk menjadi kreatif dapat dipelajari melalui proses belajar mengajar.

Abdurrahman ( 1999: 37) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.

Dimyati dan mudjiono (2002: 200) Evaluasi hasil belajar memiliki tujuan utama untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa mngikuti suatu kegiatan pembelajaran yang ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol.

Djamarah (2006: 105) Suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional khusus (TIK)-nya dapat tercapai. Untuk mengetahui tercapai atau tidaknya suatu kompetensi atau tujuan instruksional khusus perlu dilakukan evaluasi. Roestyah (dalam Fathurrohman dan Sutikno, 2007: 17) evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, dan sedalam-dalamnya mengenai kapabilitas siswa guna mengetahui sebab-akibat dan hasil belajar siswa guna mendorong atau mengembangkan kemampuan belajar.

Djamarah dan Zain (2006: 109) Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam belajar adalah tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, alat evaluasi, bahan evaluasi, dan suasana evaluasi.

Jadi, hasil belajar matematika adalah hasil (output) dari tujuan/proses pembelajaran dimana terdapat input berupa sistem pembelajaran, meliputi pemilihan metode, pendidik, peserta didik, aktivitas, bahan ajar serta alat evaluasi untuk mengukurnya berupa tes soal yang dapat member perubahan positif terhadap kemampuan siswa dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

C. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang yang saling membutuhkan satu sama lain dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Dengan fitrah ini, siswa diberikan model pembelajaran kooperatif dengan berbagai tujuan antara lain: siswa dilatih dan dibiasakan untuk berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab, dan berkomunikasi.

Menurut Suyatno (2009: 51) Model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri.

Model pembelajaran kooperatif menekankan belajar dalam kelompok dengan jumlah individu dalam kelompok empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademis, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Dengan model pembelajaran kooperatif diharapkan siswa dapat saling membantu satu sama lain, bekerja sama menyelesaikan masalah, dan menyatukan pendapat untuk memperoleh keberhasilan yang optimal.

Sanjaya (2009: 243) pembelajaran kooperatif memiliki dua komponen utama, yaitu komponen tugas kooperatif (cooperative task) dan komponen struktur insentif kooperatif (cooperative incentive structure). Komponen tugas kooperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bekerja sama menyelesaikan tugas kelompok. Sedangkan komponen struktur insentif kooperatif merupakan sesuatu yang membangkitkan motivasi individu untuk bekerjasama mencapai tujuan kelompok.

Ada hal-hal yang menarik dalam sistem pembelajaran kooperatif selain memiliki dampak terhadapa pembelajaran, yaitu berupa peningkatan prestasi belajar peserta didikjuga memiliki dampak pengiring seperti relasi sosial, penerimaan terhadap peserta didik yang dianggap lemah, harga diri, norma akademik, penghargaan terhadap waktu, dan suka member pertolongan pada yang lain. Sanjaya (2009: 243) strategi pembelajaran kooperatif dapat digunakan manakala:

1. Guru menekankan pentingnya usaha kolektif di samping usaha individual dalam belajar

2. Jika guru menghendaki seluruh siswa (bukan hanya siswa yang pintar saja) untuk menmperoleh keberhasilan dalam belajar

3. Jika guru ingin menanamkan, bahwa siswa dapat belajar dari teman lainnya dan belajar dari bantuan orang lain.

4. Jika guru menghendaki untuk mengembangkan kemampuan komunikasi siswa sebagai bagian dari isi kurikulum.

5. Jika guru menghendaki meningkatnya motivasi siswa dan menambah tingkat prestasi mereka

6. Jika guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.

Sanjaya (2009: 246) Dalam pembelajaran kooperatif terdapat empat prinsip yang melandasinya, yaitu:

1. Prinsip ketergantungan positif

2. Tanggung jawab perseorangan

3. Interaksi tatap muka

4. Partisipasi dan komunikasi

Beberapa keunggulan sistem pembelajaran kooperatif:

1. Melalui sistem pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu tergantung pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa lain

2. Sistem pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan idea tau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide orang lain

3. Dapat membantu anak untuk respect kepada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan

4. Dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar

5. Merupakan strategi pembelajaran yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan social, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah

Keterbatasan sistem pembelajaran kooperatif

1. Untuk memahami dan mengerti filosofis sistem pembelajaran kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau mengharapkan secara otomatis siswa mengerti dan memahami filsafat pembelajaran kooperatif.

2. Cirri utama pembelajaran kooperatif adalah siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang harus dipelajari dan dipahami tidak pernah tercapai

3. Penilaian yang diberikan dalam pebelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil kelompok

4. Memerlukan periode waktu yang cukup panjang untuk mengembangkan kesadarn siswa dalam berkelompok

Dari pemaparan di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dalam kelompok-kelompok heterogen (kemampuan akademik, suku, ras, agama, dan jenis kelamin yang berbeda) yang terdiri dari 4 sampai dengan 5 orang siswa dan dalam kelompok tersebut terjadi hubungan saling kerjasama.

D. Model pembelajaran Kooperatif Tipe Course Review Horay (CRH)

Model Pembelajaran Course Review Horay merupakan model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan. Dalam Dheviana (2011) pembelajaran Course Review Horay, merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan belajar mengajar dengan cara pengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran Course Review Horay merupakan suatu pembelajaran pengujian terhadap pemahaman konsep siswa menggunakan kotak yang diisi dengan soal dan diberi nomor untuk menuliskan jawabannya. Siswa yang paling terdahulu mendapatkan tanda benar langsung berteriak horay atau yel-yel lainnya. Melalui Pembelajaran Course Review Horay diharapkan dapat melatih siswa dalam menyelesaikan masalah dengan pembentukkan kelompok kecil.

Course Review Horay adalah salah satu metode pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk ikut aktif dalam belajar. Metode ini merupakan cara belajar-mengajar yang lebih menekankan pada pemahaman materi yang diajarkan guru dengan menyelesaikan soal-soal. Dalam aplikasinya metode pembelajaran Course Review Horay tidak hanya menginginkan siswa untuk belajar keterampilan dan isi akademik. Pembelajaran dengan metode Course Review Horay juga melatih siswa untuk mencapai tujuan-tujuan hubungan sosial yang pada akhirnya mempengaruhi prestasi akademik siswa. Pembelajaran melalui metode ini dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif yang melahirkan sikap ketergantungan yang positif di antara sesama siswa, penerimaan terhadap perbedaan individu dan mengembangkan ketrampilan bekerjasama antar kelompok. Kondisi seperti ini akan memberikan kontribusi yang cukup berarti untuk membantu siswa yang kesulitan dalam mempelajari konsep-konsep belajar, pada akhirnya setiap siswa dalam kelas dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.

Suyatno (2009: 126) langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horay (CRH) adalah:

1. Guru menyampaikan kompetensi yang akan dicapai

2. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi

3. Memberikan kesempatan siswa untuk Tanya jawab

4. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera setiap siswa

5. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskkusikan, kalau benar diisi tanda benar (v) dan jika salah diisi tanda silang (x).

6. Siswa yang sudah mendapat tanda (v) vertical atau horizontal, atau diagonal harus berteriak horay, atau yel-yel lainnya

7. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh

8. Penutup.

Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horay (CRH) adalah:

1. Pembelajarannya menarik mendorong untuk dapat terjun ke dalamnya.

2. Melatih kerjasama.

Kekurangan pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horay (CRH) adalah:

1. Siswa aktif dan pasif nilainya disamakan.

2. Adanya peluang untuk curang.

E. Numbered Head Together (NHT)

Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu tipe NHT (Numbered Heads Together). Model ini dapat dijadikan alternatif variasi model pembelajaran sebelumnya. Dibentuk kelompok heterogen, setiap kelompok beranggotakan 3-5 siswa, setiap anggota memiliki satu nomor, guru mengajukan pertanyaan untuk didiskusikan bersama dalam kelompok. Guru menunjuk salah satu nomor untuk mewakili kelompoknya. Menurut Muhammad Nur (dalam Kurniadi, 2010) model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya tersebut. Sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa. Cara ini upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam dalam diskusi kelompok.

Sebenarnya Model ini adalah model yang mudah, namun banyak orang mengetahui pertama kalinya adalah dengan nama Numbered Heads Togheter, sehingga menimbulkan persepsi awal yang cukup sulit.

Rahayu (dalam Kurnniadi, 2010) Number Heads Together adalah suatu Model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas. NHT pertama kali dikenalkan oleh Spencer Kagan dkk (dalam Kurnniadi, 2010). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti.

Menurut Kagan (2007) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran.

Ibrahim (dalam Herdian, 2009) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu:

1. Hasil belajar akademik stuktural Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

2. Pengakuan adanya keragaman Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.

3. Pengembangan keterampilan social Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Suyatno (2009: 117) Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah:

1. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang heterogen dan setiap siswa memiliki nomor tertentu

2. Memberikan persoalan materi bahan ajar kepada masing-masing kelompok

3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.

4. Guru memanggil salah satu nomor siswa untuk melaporkan hasil diskusi dalam kelompok

5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain

6. Kesimpulan

Zainurie (2007) Umumnya guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke nilai kuis/tes setelah siswa bekerja dalam kelompok.Cara-cara penentuan nilai penghargaan kepada kelompok dijelaskan sebagai berikut:

1. Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal) dapat berupa nilai tes/kuis awal atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya.

2. Menentukan nilai tes/kuis yang telah dilaksanakan siswa bekerja dalam kelompok; misal nilai kuis I, nilai kuis II, atau rata-rata nilai kuis I dan kuis II kepada setiap siswa yang telah kita sebut nilai kuis terkini.

Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah:

1. Setiap siswa menjadi siap semua.

2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.

3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

Kekurangan pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah:

1. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.

2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

3. Kendala teknis, misalnya masalah tempat duduk kadang sulit atau kurang mendukung diatur kegiatan kelompok

F. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar yang di dalamnya melibatkan guru, siswa, lingkungan, sarana, dan prasarana yang menunjannya. Pengertian mengajar mengalami perkembangan, bahkan dewasa ini belum ada definisi yang tepat mengenai mengajar itu. Slameto (2010:29) mengajar adalah penyerahan kebudayaan berupa pengalaman-pengalaman berupa kecakapan kepada anak didik. Menurut DeQueliy dan Gazali (dalam Slameto, 2010:30) mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat dan tepat. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah memberi pengetahuan baru atau pelajaran kepada peserta didik dalam rentang waktu tertentu agar dapat diterima dan dikembangkan.

Dalam mengajar diperlukan metode sebagai pelengkap dalam menjalankannya. Dengan pemilihan metode yang tepat peserta didik dapat menerima dengan mudah dan menyenangkan. Dalam pembelajaran di sekolah guru lebih dominan menggunakan model pembelajaran konvensional. Dalam pembelajaran konvensional guru menggunakan metode ceramah saja. Hal ini dapat membuat siswa menjadi malas, dan bosan mengikuti kegiatan pembelajaran.

Suyatno (2009:5) system pendidikan yang ada selama ini ibarat sebuah bank. Peserta didik diberikan pengetahuan yang banyak dengan harapan mendapat hasil yang lebih. Peserta didik diperlakukan seperti bejana kosong dan guru adalah subjek aktif yang mengisi bejana tersebut. Yusufhadi Miarso (dalam Pribadi, 2009:9) istilah pembelajaran digunakan untuk menggantikan istilah “pengajaran” yang lebih bersifat sebagai aktivitas yang berfokus pada guru (teacher centered). Jadi dalam pelaksanaannya, model konvensional membuat peserta didik menjadi tidak aktif dan setiap individu diperlukan tidak berbeda. Selain itu, hal negtif dari pembelajaran konvensional adalah siswa diberi informasi yang nantinya wajib diingat dan dihafalkan.

Jadi, pembelajaran konvensional adalah sebuah model pembelajaran yang berpusat pada guru, dimana guru menjadi subjek yang aktif dalam proses belajar mengajar menggunakan metode ceramah dan siswa menjadi objek pasif dalam proses tersebut.

2 komentar:

  1. saya membutuhkan buku yang membahas mengenai model CRH lebih ke teori kira2 refrensi bukunya apa y yang selain membahas langkah2nya?
    model ini termasuk model apa y dan siapa penemunya?
    tolong kirimkan refrensi bukunya ke email saya
    hanie_bluesky@yahoo.com

    BalasHapus
  2. Bolehkah saya meminta referensi buku atau jurnal mengenai CRH ini? mohon dikirimkan ke email saya dengan alamat fanindafitrirahmawati@gmail.com
    terimakasih

    BalasHapus